CIREBON, agrobisburung.com –Burung perkutut lokal di Indonesia ternyata banyak penggemarnya. Tidak kalah dengan perkutut Bangkok yang sudah aktif sejak era 70-an. Perkutut lokal bahkan lebih awal hadir di bumi pertiwi ini. Perkutut lokal sudah sejak jaman peradaban manusia di Jawa mengenal kebudayaan. Seperti yang tumbuh selama ini dalam masyarakat Jawa ada filosofi, dimana seorang pria Jawa memiliki kehidupan yang sempurna atau lengkap, bila memiliki 5 hal, yaitu: curigo (atau keris bisa diartikan sebagai pekerjaan atau penghasilan), wismo (berarti rumah atau tempat tinggal, pada jaman dahulu pria Jawa harus memiliki istananya), turonggo (kuda, bisa diartikan kendaraan. Makin lengkap seorang pria Jawa kalau memiliki kendaraan yang bisa membawanya kemanapun), kukilo (kukilo bisa diartikan sebagai burung, atau kalau diterapkan di jaman sekarang adalah hewan piaraan, burung perkutut yang mewakili karakter dari orang Jawa sebagaimana dilakukan oleh raja-raja di Jawa), garwo (kependekan dari sigaraning jiwo, bila diartikan dalam bahasa Indonesia adalah separuh jiwa, dengan kata lain adalah isteri).
Menurut M. A. Taufik, ketua P4LSI (Perkumpulan Pelestari Pencinta Perkutut Lokal Seluruh Indonesia) Korda Jabar, berdasarkan sejarah perkembangan perkutut Bangkok (import) asal muasalnya tetap dari perkutut lokal setelah melalui proses penyilangan. Hasil dari penelitian dan seleksi burung perkutut lokal Jawa oleh peternak Thailand. “Hal ini bisa dilihat dari penamaan ciri mathi dan katuranggan yang ada di perkutut Bangkok, baik dari ciri-ciri fisik yang baik maupun ciri-ciri suara yang baik. Sehingga menghasilkan kualitas suara terbaik. Selain itu, salah satu bukti sejarah juga menyebutkan bahwa sangkar tertua yang ada di museum Thailand ternyata berasal dari Jawa,” jelas Taufiq.
Kiblat perkutut lokal murni dari alam. Kalau dirunut di dalam sejarahnya memang berasal dari Jawa yang sudah mengakar kuat baik sisi budaya maupun secara metafisik. Hingga kini terjaga keasliannya. “Bahkan kitab-kitab yang ada membahas masalah bab perkutut pun banyak yang berasal dari Jawa, seperti penjelasan mengenai ciri mathi dan katuranggan perkutut,” urainya.
Taufiq menambahkan, perbedaan karakter perkutut lokal dengan Bangkok, intinya ada di suara. Jika perkutut Bangkok susunan suara rapih, sedangkan di lokal suara rapat. Jika Bangkok main di irama, sedangkan lokal gacornya,” ungkapnya. Namun, kata Taufiq, ada wacana di P4LSI pun akan menggelar kelas irama juga di lomba perkutut lokal. Seperti halnya di lomba perkutut Bangkok yang diwadahi organisasi P3SI. “Sementara ini memang yang dilombakan di perkutut lokal baru kelas gacorannya,” katanya.
EKSISTENSI P4LSI DI INDONESIA
Organisasi P4LSI mulai dideklarasikan di Padepokan Padang Jagad, Pati Jawa Tengah tahun 2017 lalu. Dengan pengurus inti diantaranya, Giyanto Hadi Prayitno (Ketua Umum), Adi Suyono (Sekjen), Rifai (Bendahara) dan rekan-rekan. Alamat sekretariat Jalan Duren Tiga Barat No 1, Pancoran Jakarta Selatan.
perkutut lokal
Kini sudah terbentuk Korda (Kordinator Wilayah) di enam provinsi, yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali yang dikembangkan lagi pembentukan korwil atau tingkat kabupaten/kota. Sudah puluhan ribu yang sudah terdata sebagai anggota aktif P4LSI. Di Jabar sendiri sudah terbentuk 9 kepengurusan kota/kabupaten. Yakni, Korwil Bogor, Korwil Bekasi, Korwil Purwakarta, Korwil Karawang, Korwil Subang, Korwil Indramayu, Korwil Cirebon, Korwil Majalengka, Korwil Kuningan.
Di Cirebon misalnya, aktifitas dilakukan di lapang khusus kerekan perkutut lokal, yang berlokasi di Blok Sidapurna, Desa Kasugengan Kidul, Kab. Cirebon. “Disini diselenggarakan untuk agenda Korwil Cirebon dan sekitarnya Latihan rutin setiap Minggu pagi. Namun berhubung sekarang masa pandemi semua kegiatan di Cirebon sementara ditiadakan dahulu menunggu perkembangan dari himbauan pemerintah,” ujarnya.
Lomba terakhir digelar sebelum PPKM di Purwakarta. Antusiasme penghobi perkutut lokal cukup tinggi. Banyak penghobi pemula yang mulai aktif. Bahkan, sekarang sudah merambah naik dikalangan kelas atas. Pasaran harga perkutut lokal memang masih jauh dibawah Bangkok. “Untuk burung biasa harganya ratusan ribu kalau burung kelas lomba sudah jutaan,” katanya.
Namun menurut Taufiq, perbedaan hobi perkutut Bangkok dengan lokal bukan semata soal kualitas burung atau harganya. “Yang membedakan mungkin ‘taste feel’-nya saja. Selera masing-masing Hanya kalau di perkutut lokal mungkin lebih mengutamakan silaturahmi untuk ‘meduluran’. Burung hanya sekedar alat saja untuk saling silaturahmi diantara sesama penghobi,” pungkasnya. AB-AMA
Tinggalkan Komentar