BANDUNG, Agrobisburung.Com – Kondisi di arena konkurs belakangan ini terutama kenyamanan kungmania sepertinya sedikit terabaikan. Hal ini diakibatkan adanya suporter atau ‘bobotoh’ yang merupakan bagian dari “tim hore” pemilik burung yang terkadang berteriak “berlebihan” saat lomba berlangsung. Berteriak di pinggir lapangan saat ini bahkan sudah seperti “dihalalkan”, sebagai bentuk spontanitas dalam “mengingatkan” tim juri agar burung jagoannya “diperhatikan”.

Tanpa Teriak …… Asyikkkk

Menanggapi hal ini kungmania Jawa Barat mengungkapkan pendapatnya melalui WAG (WhatsApp Group) KungMania Jawa Barat.

“Kalo menurut saya sebagai pemula ya dan baru pertama kali kemarin ikut yang namanya kontes nasional di Bogor. Surprise sekali buat saya. Surprise karena saya pribadi jadi tidak bisa menikmati kontesnya secara indah dan nyaman. Jadi menurut saya kalo mau fair, sebelum membahas perangkat lomba, harus ada aturan yang jelas dulu mengenai tata cara lomba dan suporter lomba. Pengalaman kemarin saya liat di lapangan, mohon maaf teman-teman dari blok Timur luar biasa supporternya, rame, teriakannya sangat mengganggu. Kasian liat yang burungnya dapat dipinggir-pinggir itu sudah pada kecut. Burung mau bunyi jadi ga bunyi, burung yang lagi bunyi juga jadi ngak kedenger jelas sama juri, jadi merugikan peserta lain dong? Kan sama sama bayar dan sepertinya mereka yang suporternya banyak ini, burungnya rata rata pada ditengah, otomatis ga terganggu sama teriakan. Sedangkan yang dipinggir-pinggir burungnya, pada manyun,” ungkap Iwan Pale RTF Bandung.

Iwan menambahkan, sebelum mempermasalahkan kinerja juri sebaiknya kita sama-sama menjaga ketertiban lomba dulu. “Jadi ya kalo mau fair, sebelum protes kinerja juri, burungnya kepantau atau ga kepantau, ada baiknya beliau juga coba dulu menertibkan anak buahnya, supporternya. Karena jelas-jelas juga hal ini sangat merugikan peserta lain. Selain juga tentunya sangat mengganggu kinerja juri. Jadi jangan seolah berpikir beliau merasa dirugikan karena burungnya tidak terpantau saja. Tetapi satu sisi beliau tidak menyadari kalau sikap dan tingkah laku timnya yang terlalu rame itu juga merugikan peserta yang lain,” tambahnya.

“Burung bagus, kan belum tentu juara terus juga. Banyak faktor lah. Kalau menurut saya, setiap burung ada masanya setiap masa ada burungnya. Jadi, ya santai saja nikmati, ngak perlu terus-terusan saling menyalahkan. Kalau pun mau protes, jalankan mekanisme organisasi saja, ke bidangnya, ke jalurnya. Mungkin kedepannya kalau kondisinya begini terus, saya pribadi melihat, tim Jabar harus kompak. Ga perlu kita kedepankan ego burung kita harus menang. Kalau memang burung kita rasanya sudah mentok, lebih baik rame-rame kita dukung juga burung temman-teman kita yang lebih berpeluang menang.”

Sementara itu, Agus Prosper 1234 Bandung berpendapat, sebaiknya kejadian-kejadian ini harus dibahas di tingkat Pengwil atau Rakernas, solusi dan sanksinya apa? “Kita yang tidak punya suppoter teriak-teriak sendiri sampai otot keluar juga ngak akan dengar. Burung saya persis dibawah suppoter. Burung mau bunyi supporternya teriak dulu. Walaupun burung yang mereka dukung tidak bunyi. Jadi sekarang bukan kita yang menikmati suara burung , tapi sebaliknya, burung yang melihat teriakan supporter,” ungkap Agus Prosper 1234.

Agus menambahkan, sebaiknya sebelum Munas para pengurus pengwil mengundang anggota untuk minta masukan, saran dan usulan-usulan untuk dibawa ke munas. Karena hal tersebut sebelumnya sudah pernah disampaikan ke Plt. Ketua Pengwil Jabar, dan akan segera diagendakan pertemuan para pengda-pengda se-Jabar.

Sementara itu, Humas Pengwil Jabar H. Abdul Latief Trisula berharap, bisa menyampaikan masukan-masukan dari rekan-rekan kungmania Jabar apada saat Munas nanti. “Mudah-mudahan saya bisa hadir dalam Munas P3SI Oktober nanti. Karena apa yang dirasa oleh rekan-rekan kunngmania Jabar semuanya. Begitu juga yang saya rasakan. Jadi kita tidak bisa menikmati indahnya suara2 burung yang lagi ikut Konkurs. Pokoknya saya akan mewakili suara2 dari Jabar untuk berteriak sekencang-kencangnya di meja Munas nanti,” tandasnya.

Sedangkan H. Nono Ganesha Majalengka mengusulkan agar adanya pembatasan supporter di lapangan. “Batasi saja supporter yang dibawa untuk menjoki burung. Misalkan 1 burung maksimal 5 orang supporter dan teriakannya tidak boleh berlebihan sehingga merugikan peserta lainnya,” katanya.

“Ide cemerlang buat para kungmania Jabar atas usulan di Munas nanti mengenai teriakan yang berlebihan yang mengakibatkan kerugian dilain pihak. Mudah-mudahan bisa dijadikan topik bahasan di Munas, agar lebih tertib lagi. Supaya kita para kontestan bisa menikmati indahnya suara perkutut. Pokonya setuju apabila ada aturan untuk para suporter jangan sampe berlebihan teriakna,” ujar Hendi HD Sumedang.

Sedangkan Billah Bagus Bekasi berpendapat, boleh saja teriak tapi sopan dan sesuai aturan. “Yang penting teriak tidak untuk mengintimidasi dan dengan bahasa-bahasa kasar. Harus dibedakan, antara teriak buat bantu juri dan teriak ekspresi dikarenakan burung keluar suara istimewanya saya rasa tidak masalah. Karena, teriak burung keluar istimewanya pasti beda dengan teriak yang dipaksakan, kalau pesertanya paham kualitas. Dengar burung yang bunyi istimewa pasti akan teriak spontan,” jelas Billah.

Soal teriak ekspresi dengar burung istimewa, Iwan Pale RTF Bandung juga sependapat. “Mengeluarkan ekspresi di lapangan, apalagi bagi yang sudah paham kualitas, mau teriak ‘aduuuuuh’ mau teriak ‘masyaAllah’ rasanya yang lain juga ga keberatan, kareja itu bentuk antusias kita, rasa syukur kita, kekaguman kita atas keindahan yang dikeluarkan burung. Alamiah itu menurut saya,” pungkasnya. AB-AMA/end

Tinggalkan Komentar