Ketika Perempuan-Perempuan Cantik Di Lomba Burung, Apa Yang Dilakukannya ?
Bergiat di lomba burung berkicau, keduanya enjoy saja










AGROBISBURUNG.COM – SURABAYA. Setiap gelaran lomba kicauan selalu ada pemanis lapangan dengan menghadirkan Ladies Trophy alias Gadis Ttrophy untuk lebih menggairahkan gelarannya dan itu sebenarnya sudah berjalan lama, entah siapa yang mengawali dan akhirnya “mewajibkannya”. Lomba burung berkicau bertabur perempuan cantik tentu harus dilakukan even lomba. Fenomena itu lebih dari empat bulan terakhir kian menohok. Entah karena kebetulan ataukah memang jadi “pancingan”. Pastinya, perempuan-perempuan cantik selalu tampak di event kontes kicauan. Asyiknya lagi, fakta itu tak hanya ada di level lomba nasional. Lomba kelas lokal pun bisa dijumpai perempuan cantik penambah pesona lomba. Ironisnya, perempuan-perempuan cantik itu sepertinya enjoy saja. Meskipun maaf, ada dari mereka yang sepertinya sengaja berpakaian serba minim.








Fenomena itu jelas berbeda dengan kiprah perempuan di lomba burung tahun-tahun sebelumnya. Bila dulu, perempuan di lomba burung sekedar menjadi penjual tiket lomba saja. Sedangkan sekarang, selain tetap ada yang melayani penjualan tiket, perempuan lain yang berbeda kostum, menjadi “ikon” di arena lomba burungnya. Menyikapi hal itu, kicau mania asal Mojokerto sempat melontarkan nada kurang baik. Menurutnya, keberadaan perempuan yang berpakaian minim itu malah bisa memperburuk image lomba burung. “Saya tidak munafik, tetapi dengan maraknya perempuan yang ada di lomba, sepertinya kurang etis. Utamanya soal pakaian yang (maaf) minim seperti itu. Kicau mania bisa saja dicurigai pasangannya dirumah. Nah, akhirnya kalo lomba jadi sulit dapat ijin, kan?” ucap H. Akhmad Qomaruddin (54), sembari nyinyir.




Pendapat itu berbeda pula dengan pendapat Wawan (32). Kicau mania asal Pandaan – Pasuruan itu mengaku dapat hiburan plus. Hadirnya perempuan cantik dan berpakaian agak minim, dinilainya sebagai “obat” cuci mata. “Saya enjoy saja melihat fakta itu. Anggap saja itu obat cuci mata dan gratis lagi. Yang bayar kan ikut lombanya. Nah, pas burung kita menang, kemudian yang nyerahkan trophy perempuan cantik, ya tambah semangat gitu,” ujar pemilik Cucak Ijo Trainer itu sambil tertawa kecil. Sementara itu, kehadiran perempuan-perempuan cantik di lomba burung berkicau tak boleh disalah tafsirkan. Himbauan itu disampaikan salah satu pimpinan event organizer lomba burung berkicau di Surabaya yang enggan disebut namanya. Bagaimana pun, hobi burung berkicau itu tak hanya didominasi kaum lelaki saja.


“Perempuan-perempuan cantik yang kita libatkan di lomba burung ini cewek baik-baik kok. Mereka dari kalangan SPG (sales promotion girl). Jadi mereka pun digaji sesuai tarif dari penyalur tenaga SPG. Kita butuh untuk penyemangat. Bila peserta meraih juara di gantangan. Mereka yang bertugas menyerahkan,” ujarnya sembari menunjukkan beberapa contoh foto kontestan juara dengan perempuan cantik.


Berdasarkan pantauan Agrobisburung di arena lomba, kiprah para perempuan cantik itu variatif. Ada yang bertugas sebagai ticketing, ada yang hanya menyerahkan trophy kejuaraan, MC lomba, dan bahkan tak sedikit perempuan yang menjadi juri kontes kicauan. Disisi lain, ada juga SPG yang sengaja ada karena memasarkan produk pakan burung. Salah satunya adalah Ica, juri perempuan dari BnR Mojokerto. Meski masih duduk di kelas XII SMA, dirinya tetap teguh dan makin profesional menjadi juri. “Saya menjuri sesuai dengan tugas yang diberikan BnR. Setelah juri ya langsung pulang. Profesi juri ini memang asyik, apalagi juri perempuan di lomba burung berkicau masih sangat minim,” ucapnya serius.


Hal senada juga diungkapkan Selly, juri perempuan AMBC dan BBM BC. Meski jadwalnya padat, dirinya tak melupakan tanggungjawabnya sebagai seorang ibu. Juri adalah pekerjaan dan sebagai Ibu adalah kewajiban yang dilandasi amanah. “Sehari saya bisa menjuri di dua lokasi lomba. Meski jadwal menjuri padat, saya tetap sediakan waktu khusus untuk anak dan keluarga. Juri ini hanyalah pekerjaan saja. Keluarga adalah segala-galanya,” ungkap Selly yang dikenal kritis dalam penjurian itu. Beda lagi dengan Rere, sosok perempuan yang bertugas sebagai MC lomba burung berkicau. Selain harus familier dan komunikatif, dirinya harus memahami aturan lomba. Bahkan tak jarang dirinya memperingatkan beberapa kali bagi peserta yang ogah-ogahan menggantang burung.


“Saya harus memandu acara dari start hingga finish. Prinsipnya, saya ikuti aturan panitia dan saya tinggal improvisasi saja. Prinsipnya jadi MC seperti ini tak jauh beda. Kita harus paham karakteristik sosial dari komunitas dan organisasi yang kita pandu. Jadi selama ini semua berjalan lancar dan baik-baik saja,” ucap Rere saat ditemui di gelaran ARW Cup II – Kepanjen Malang.


Sedangkan Monik dan Novi mengaku bila dirinya di lomba burung sekedar menjadi petugas yang menyerahkan trophy. Khususnya pada peserta yang juara di masing-masing kelas. Tugas tambahan lainnya tidak ada karena tidak ada dalam kesepakatan. “Kita kerja profesional saja. Tugas kita hanya menyerahkan trophy setelah itu kita istirahat. Jadi praktisnya kerja tidak lebih dari 1,5 jam. Tapi yang kita sampai lomba selesai, apalagi ada juara umumnya,” ujar Monik yang profesinya juga SPG salah satu perusahaan kosmetik itu. Masih menurut Monik, bila ada orang yang menilainya negatif, itu hak mereka dan dia cuek saja. “Hidup ini yang jalani saya dan yang tahu juga saya sama Tuhan. Kalo orang menilai negatif, saya tak akan hiraukan. Buat apa buang energi untuk hal-hal yang gak penting,” kilahnya dengan senyuman penuh keakraban. AB-USE/end










Tinggalkan Komentar